Minggu, 17 November 2013 | By: roiputra

Percayalah bahwa kita harus belajar Bertani dan Produksi Pangan Pada Belanda


Percayalah bahwa kita harus belajar Belajar Tani dan Pangan Pada Belanda. Tulisan ini saya copas dari artikel di detik oleh Dorus Rijkersplein, seorang penulis tinggal di Den Haag yang juga pemerhati Sosial dan Politik. Menurut saya artikel ini patutlah direnungkan sebagai anak bangsa Indonesia. Berikut copasnya.

Saya melihat informasi menarik dari kantor pemerintah Belanda dalam menuliskan bidang-bidang yang akan dijajaki untuk kerjasama saat kunjungan Perdana Menteri Mark Rutte ke Indonesia. Mereka menuliskan ‘agriculture, horticulture, and food processing’ sebagai tiga bidang terpisah dan menjadi 3 dari 7 bidang prioritas dalam kunjungan ini. Mungkin banyak yang bertanya, benarkah kita perlu bekerjasama di bidang pertanian dan pangan dengan Belanda yang tidak punya lahan besar dan luasnya cuma seluas Jawa Barat?

Jangan salah duga, karena ternyata sektor pertanian dan pangan termasuk dalam Top Sector dari prioritas ekonomi Belanda. Menurut statistik dari Kementerian Pertanian Belanda, sektor ini telah menyumbangkan 9,2% dari total GDP dan 9% penyerapan tenaga kerja di Belanda (2012). Nilai dari sektor ini mencapai EUR 29 miliar (Rp 435 triliun!), suatu jumlah sangat fantastis untuk sebuah negara kecil yang minim lahan. Dengan capaian itu Belanda menempatkan dirinya sebagai negara pengekspor hasil pertanian dan pangan terbesar kedua setelah Amerika Serikat dengan market share 7,5% dari total ekspor dunia. Sebagai catatan, Amerika Serikat memiliki market share sebesar 11,2% sedangkan Indonesia cuma 2,6%.

Lantas, apa kunci dari keunggulan sektor pertanian dan pangan Belanda yang bisa dipetik sebagai pembelajaran?

Pertama, intensifikasi lahan pertanian dengan sistem kluster terpadu. Saya sempat berkunjung ke kluster pertanian terbesar di Belanda, yaitu di kawasan Westland, Zuid-Holland. Di kluster ini selain ratusan hektar rumah kaca berteknologi tinggi, mereka mengintegrasikannnya dengan pelabuhan (Rotterdam) dan bandara (Schiphol) serta pelelangan hasil produksi yang didukung oleh sistem IT dan logistik yang kuat. Ibarat pusat belanja, kluster pertanian ini adalah one-stop-service bagi para pembeli kelas dunia. Selain itu pemerintah kotapraja di Westland memang telah mendedikasikan diri sebagai kota pertanian dan tidak melirik sektor lain sebagai penopang ekonomi kota.

Artikel tambahan tentang Westland yang saya copas dari sumber lain.

Belanda memiliki beberapa kawasan rumah kaca terbesar di dunia. Rumah kaca memiliki 10.526 hektar atau 0,25 % dari total luasan lahan Belanda pada tahun 2000 .

Rumah kaca mulai dibangun di wilayah Westland - Belanda pada pertengahan abad kesembilan belas . Penambahan pasir dan tanah liat untuk rawa menciptakan tanah yang subur untuk pertanian. Dan sekitar tahun 1850, anggur ditanam di rumah kaca pertama. Konstruksi kaca sederhana dengan salah satu sisi yang terdiri dari dinding yang kokoh . Pada awal abad 20, rumah kaca mulai dibangun semuanya dengan kaca, dan mereka mulai dilengkapi pemanas. Hal ini juga memungkinkan untuk memproduksi buah-buahan dan sayuran yang tidak biasanya tumbuh di daerah. Saat ini, Westland dan daerah sekitar Aalsmeer memiliki konsentrasi tertinggi pertanian rumah kaca di dunia. Westland menghasilkan sebagian besar sayuran, selain tanaman dan bunga, Aalsmeer tercatat terutama untuk produksi bunga dan tanaman dalam pot. Sejak abad kedua puluh, daerah sekitar Venlo ( di Limburg ) dan bagian dari Drenthe juga telah menjadi daerah penting untuk pertanian rumah kaca.

Kedua, sektor pertanian dan pangan memiliki jejaring dunia dengan sistem global value chain. Pengamatan saya, para petani Belanda membeli bibit terbaik, misalnya dari negara di Afrika, lalu dibawa ke rumah kaca milik mereka dan dikembangkan hingga menghasilkan produk terbaik kemudian dijual kembali ke negara yang membutuhkan. Ibarat pesawat, Belanda ini adalah hub-nya, tetapi selama pemberhentian di hub, terjadi proses rekayasa teknologi dan dinamika pemasaran yang sangat unggul.

Ketiga, keberadaan dari institusi riset atau perguruan tinggi yang memang didirikan untuk menopang sektor ini secara berkelanjutan. Sebutlah Wageningen University and Research Centre, TNO, NIZO Food Research, Utrecht University dan Technische Universiteit Eindhoven. Institusi-institusi ini memiliki fokus riset masing-masing yang langsung dapat diaplikasikan ke lapangan untuk menunjang ekonomi mereka. Investasi penelitian untuk bidang ini mencapai 0,06% dari total GDP, tertinggi kedua setelah Denmark. Bayangkan, Wageningen University and Research Centre dan Utrecht University saja memiliki masing-masing 1500 dan 500 publikasi ilmiah dalam bidang ini.

Keempat, kekuatan dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pangan dan makanan. Selain nama besar seperti Unilever, yang menjadi pemain utama dalam memutar bidang ini, ternyata Belanda juga memiliki 383 perusahaan skala kecil-menengah dan 70% diantaranya adalah pengguna perangkat inovasi terbaru. Pada akhir semester satu tahun 2012, tercatat ada penambahan 25 perusahaan baru yang mampu memutar uang hingga EUR 126 juta.

Kelima, jargon bidang pertanian dan pangan yang menurut saya sangat berorientasi pembangunan berkelanjutan. Jargon pertama adalah doing more with less, mereka percaya kalau untuk meningkatkan produksi, bisa dengan menggunakan lahan yang kecil, semakin hemat dalam penggunaan listrik, air dan faktor produksi lainnya. Dan jargon kedua adalah higher added value, yaitu dengan mencoba meningkatkan nilai tambah sebuah produk melalui mekanisme teknologi terbaru.

Terdapat tiga pelajaran yang bisa kita petik dari pengalaman Belanda dalam membangun bidang pertanian dan pangannya.

Pertama, kekuatan kerjasama triple-helix antara pemerintah, institusi riset dan perusahaan dalam mewujudkan suatu tujuan bersama.

Kedua, kekuatan jejaring logistik, rantai pasok, dan pelabuhan dalam mendukung skema global value chain yang diterapkan.

Ketiga, adanya strategi yang terukur serta keinginan politik dari pemerintah sebagai pengemudi pembangunan dalam memastikan rencana perkembangan bidang ini berjalan dengan baik.

Saya kira, akan cukup banyak perusahaan di bidang pangan dan makanan yang hadir dalam bagian 100 perusahaan yang akan dibawa PM Mark Rutte ke Indonesia. Berbagai pertemuan dengan kementerian ekonomi, perdagangan, dan pertanian sudah direncanakan. Akan menarik untuk melihat bagaimana kejelian dari pengambil kebijakan Indonesia dan para pemangku kepentingan dalam memanfaatkan peluang besar yang ditawarkan Belanda.

Dikutip dan edit sedikit-sediki dari thttp://news.detik.com/read/2013/11/17/173444/2415273/103/pada-belanda-kita-belajar-tani-dan-pangan.



0 komentar:

Posting Komentar